Hujan Di Kota New York
Masih dengan kota yang ramai. New York. Kota tak pernah sepi. Bahkan ketika hujan deras mengguyur malam ini. Kita yang sedang asik menikmati jalanan kota harus membuka payung untuk melindungi diri dari rintik yang jatuh dari langit. Payung lebar kita meneduhkan sesaat, meski akhirnya tubuh kita berdua basah karena ada seorang pengendara mobil Ford tahun 2015 melaju kencang tepat di kubangan sebuah jalanan. Tapi kita malah tertawa. Lucu saja rasanya. Karena kita yang dulu selalu memimpikan hal itu, kini terjadi dengan nyata kepada kita berdua.
Dulu di dalam kamar masing-masing. Sebelum takdir memberikan waktu untuk pertemuan. Kita hanya bisa menikmati momen tersebut dari layar kaca laptop atau handphone masing-masing. Dan berharap akan angin yang berhembus untuk mewujudkannya. Saksinya ya tembok kamar kita. Yang merekam setiap doa dari ucapan kita. "Hahahaha", kamu yang tertawa malu karena impian yang sekarang menjadi kenyataan.
"Dingin ya, New York waktu hujan turun". Kata kamu yang sedang menikmati keindahan lampu bangunan tinggi di Kota New York.
"Memang gini sih New York. Kenapa? Kamu kedinginan?" Tanya ku ke kamu.
"Iya". Balas kamu singkat dengan senyum yang membuat hujan terpaku bahagia.
"Mau langsung kembali ke Hotel?" Balasku yang merangkul bahu kamu supaya bisa memberi hangat.
"Enak kali ya, bisa menikmati lampu kota dari balik jendela. Di atas kasur hotel yang hangat sambil di temani kamu dan cokelat panas". Kata kamu.
"Gimana kalau kita coba saja?" Ajakku ke kamu sambil memegang payung.
"Ayo".
Kita memutuskan untuk kembali ke Hotel tempat kami menginap. Di sana dingin. Mungkin karena AC yang menyala, dan lagi tubuh kita sedang basah karena ulas si pengemudi mobil Ford tadi. Nggak lama setelahnya, kita masuk ke dalam kamar. Mandi. Ganti baju. menaruh semua pakaian yang basah tadi ke dalam mesin cuci. Tapi ada hal yang aneh setelah itu. Tiba-tiba saja lampu hotel kamu matikan. padahal cahaya bisa membuat hangat tubuh manusia.
"Kenapa kamu matikan lampunya?" Tanyaku ke kamu yang sedang memberikanku secangkir cokelat panas.
"Aku ngga mau ada yang lain, selain kita berdua dan dua cangkir cokelat panas yang sedang menikmati keindahan lampu Kota New York". Jawab kamu.
"Okey". Singkat dan jelas sekali jawabku.
Kamu duduk di sebelahku. Tatapan kita menuju satu titik yang sama. New York malam hari dengan hujan yang membasahi seluruh kota. Dan kita yang sedang menikmati cokelat panas dari balik jendela kamar Hotel. Kamu bilang kepadaku, "Makasih ya, aku bahagia banget bisa menikah sama kamu, kakak kelas yang selalu berdoa pada pemilik langit dengan menyelipkan nama adik kelasnya sewaktu SMP."
Komentar